Senin, 26 Agustus 2013

LAPORAN PERJALANAN KE YOGYAKARTA

TUGAS
BAHASA INDONESIA
Diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia


Disusun Oleh :

1.           Atieq Sofhia Quraesin
2.           Intan Pratiwi
3.           Nia Marlea
4.           Siti Jamaliyah

Kelas :

XII IPA 3




SMA NEGERI 1 GARAWANGI

Jalan Raya Garawangi No.34 Tlp.(0232)874244 Kuningan 45571
Tahun Ajaran 2013/2014



KATA PENGANTAR


          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan LAPORAN PERJALANAN STUDY TOUR JOGJAKARTA.
            Laporan perjalanan ini merupakan hasil peninjauan secara langsung dari objek wisata di Jogjakarta yang merupakan syarat untuk melengkapi tugas kelas IIX semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Selain itu, kami juga berharap agar laporan perjalanan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
            Pada kesempatan ini, kami dapat menyelesaikan laporan perjalanan sebagaimana mestinya berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Ayah dan Ibu tercinta.
2.      Bapak Drs. Dedi Suardi, M.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 1 Garawangi.
3.      Hj. Iis Setiasih. S.Pd, Bapak Abdul Rosid, S.Pd selaku pembimbing.
4.      Semua pihak yang telah memberikan saran dan masukan sebagai bahan dalam penulisan laporan perjalananini.
Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan perjalanan ini masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan dari pembaca demi menyempurnakan laporan perjalanan ini.
            Harapan kami semoga penyusunan laporan perjalanan ini diterima dan dimengerti serta bermanfaat bagi kami maupun pembaca.


Kuningan,20 Juli 2013



                                                                                                                                   Penyusun


 Ø  Latar Belakang

Pada tahun ajaran 2012/2013, OSIS mengadakan program kerja, khusus kelas XI dengan kunjungan karyawisata, kebeberapa pilihan objek wisata yang ada di Indonesia.
Sekolah memberikan pilihan objek wisata kepada siswa – siswi SMA Negeri 1 Garawangi, diantaranya :
1.      Bali
2.      Batagor
3.      Bromo (Jawa Timur)
4.      Yogyakarta
Semua siswa rata -  rata memilih ke objek wisata yang ada di Yogyakarta, karena melihat situasi dan kondisi, dan karena memang tarifnya pun terjangkau. Selain itu sebagian besar siswa belum mengetahui objek wisata yang ada di Yogyakarta.

      Ø  Tujuan

1 .      Menambah wawasan
2 .      Mengetahui wisata sejarah
3 .      Sebagai sarana hiburan

      Ø  Manfaat
Mempererat tali silaturahmi.
Dengan adanya karyawisata tersebut bisa dan lebih mempererat tali persaudaraan diantara warga sekolah.

      Ø  Pemberangkatan

Pada hari Rabu tanggal 19 juni 2013 tepatnya pukul 17.00 WIB para siswa diharapkan telah berada di lingkungan sekolah untuk mengefesiensikan waktu dan di anjurkan untk ibadah sholat maghrib berjamaah di sekolah. Setelah selesai melaksanakan sholat maghrib siswa dikumpulkan dan diabsen menurut kelasnya masing-masing untuk memasauki bis yang telah ditentukan.

      Ø  Perjalanan

   Semua siswa bersorak ria dengan gembiranya ketika memasuki bis. Banyak kegiatan yang dilakukan para siswa didalam bis tersebut, misalnya saja berfoto-foto, menyanyi bersama, semua yang dilakukan menunjukan adanya kebersamaan dan kekompakan diantara para siwa. Hari semakin larut semua terdengar hening, guru dan para siswa pun tertidur.



      Ø  Mengunjingi Objek Wisata

v  Candi Borobudur
Tepat pukul 07.00 WIB rombongan SMAN 1 Garawangi tiba di objek wisata pertama yaitu Candi Borobudur. Semua siswa turun dari bis dan dikumpulkan didepan pintu masuk borobudur, untuk mengambil tiket. Lalu, siswa memasuki kawasan Candi Borobudur.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbingdi sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo danSungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.
Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana  sekitar tahun 800-an Masehi  pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya.[  Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsaSyailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[21] Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaranmemberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa  Kalasan  kepada  sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.[26] Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[26] akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan. Banyak manfaat yang kita dapatkan dengan berkunjung ke Candi Borobudur, misalnya saja kita dapat mengetahui sejarahnya.

v  Museum Dirgantara

Pada pukul 11.30 WIB,setelah mengunjungi Candi Borobudur para wisatawan SMAN1 Garawangi akan melanjutkan perjalanan ke Museum Diragantara . Museum Dirgantara adalah museum yang digagas oleh TNI AU untuk mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU, bermarkas di kompleks pangkalan udara Adi Sutjipto Yogyakarta, museum ini sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta pada 1978. Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa sejarah. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, diantaranya:
·         Pesawat PBY-5A (Catalina).
·         Replika pesawat WEL-I RI-X.
·         Pesawat A6M5 Zero Zen buatan Jepang.
·         Pesawat pembom B 25 Mitchell, B 26 Invader.
·         Helikopter 360 buatan AS.
Museum TNI AU diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Rusmin Nuryadin berkedudukan di Makowilu V Tanah Abang Bukit, Jakarta. Dengan pertimbangan antara lain bahwa Yogyakarta merupakan tempat lahir dan pusat perjuangan TNI AU periode 1945-1949 serta tempat penggodokan Karbol AAU, maka pada bulan November 1977 Museum AURI di Jakarta dipindahkan dan diintegrasikan dengan Museum di Ksatrian AAU di Pangkalan Adisutjipto, Yogyakarta, dan tanggal 29 Juli 1978 diresmikan sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Mengingat semakin bertambahnya koleksi, maka pada tahun 1984 Museum dipindahkan ke Wonocatur menempati sebuah gedung bersejarah. Gedung tersebut semasa penjajahan Belanda adalah sebuah pabrik gula dan pada waktu pendudukan Jepang digunakan sebagai Depo Logistik. Pada bulan Oktober 1945 BKR dan para pejuang kemerdekaan berhasil merebut Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Lanud Adisutjipto) dari tangan Jepang, termasuk segala unsur logistik dan fasilitasnya yang kemudian digunakan sebagai unsur kekuatan awal TNI Angkatan Udara. Museum TNI AU memiliki lebih dari 10.000 koleksi komponen alutsista dan 40 pesawat terbang dari negara barat sampai timur, serta terdapat koleksi berupa diorama-diorama, foto-foto, lukisan-lukisan, tanda-tanda kehormatan, dan lain-lain yang disusun dan ditata berdasar kronologi peristiwa. (Koleksi pesawat antara lain) Pesawat WEL RI X merupakan produksi pertama bangsa Indonesia yang dibuat pada tahun 1948 oleh Biro Rencana dan Konstruksi, Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang, Magetan, Madiun, dibawah pimpinan Opsir Udara III (Kapten) Wiweko Supomo. Pesawat ini memakai mesin Harley Davidson 2 Silinder model tahun 1928.Pesawat Pembom Guntai direbut dari Jepang saat Belanda melancarkan aksi blokade terhadap dirgantara Indonesia, pesawat buatan tahun 1930 ini dengan penerbangnya Kadet Mulyono melaksanakan pemboman terhadap kedudukan lawan di Semarang pada tanggal 29 Juli 1947.Pesawat Jet Star merupakan pesawat kepresidenan hadiah dari pemerintah Amerika Serikat kepada Presiden RI Soekarno, pernah digunakan dalam kunjungan ke beberapa negara antara lain Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand.Berbagai jenis pesawat pemburu, latih, dan angkut periode 1950-1965.Diorama Sekbang I Taloa, Amerika Serikat, Sekbang India, Sekbang Andir, dan Sekolah Perwira Teknik Udara.
v  Kerajinan Perak

Pada pukul 14.30 WIB para wisatawan SMAN 1 Garawangi melanjutkan kunjungan ke kerajinan perak. Disana para siswa melihat bagaimana cara membuat kerajinan perak, membuat kerajinan perak tidak semudah yang di bayangkan, ternyata harus membutuhkan ketelitian, kehati-hatian, dan keuletan agar menghasilkan kerajinan perak yang berkualitas dan bernilai tinggi.

v  Hotel Tirta Kencana

Pada pukul 16.00 WIB para wisatawan SMAN 1 Garawangi melanjutkan ke tempat peristirahatan yaitu Hotel Tirta Kencana. Pada pukul 17.30 WIB siswa makan bersama yang telah difasilitasi oleh hotel. Setelah itu, sisa bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah sholat maghrib.

v  Malioboro
Pada pukul 18.30 para siswa melanjutkan kunjungan ke malioboro untk berbelanja cindramata. Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomime dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Malioboro adalah nama salah satu jalan di Kota Yogyakarta atau Jogja. Jalan ini sangat terkenal dan menjadi ikon dari kota Yogyakarta. Nama Malioboro ini berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga. Konon jalan ini memang selalu dipenuhi dengan bunga saat perayaan-perayaan atau upacara-upacara tertentu.
Di jalan Malioboro ini masih sangat terasa kekunoannya, karena di sekitar jalan ini masih berdiri bangunan-bangunan bersejarah pada jaman Belanda, seperti Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Oemoem Satu Maret.
Serta ada pula pasar yang terkenal yakni Pasar Beringharjo. Di kawasan Malioboro ini terkenal juga dengan pedagang kaki lima. Anda bisa berbelanja aneka produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, bermacam tas, sepatu, sandal dan juga Blangkon yakni topi untuk laki-laki khas daerah Jawa. Serta barang-barang logam seperti emas, perak dan lainnya.
Lalu saat malam hari tiba, kawasan ini juga ramai dengan banyaknya lapak-lapak lesehan yang menjajakan berbagai macam makanan. Di sini anda bisa mencoba makanan khas Yogyakarta yakni Gudeg Jogja dan pecel Jogja. Selain itu, ada juga makanan lainnya seperti seafood yang tak kalah nikmatnya. Di Malioboro ini juga terkenal dengan tempat berkumpulnya para seniman Jogja yang sering mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, pantomim dan lain-lain.
Pada pukul 22.00 para siswa kembali ke hotel untuk beristirahat, setelah lelah memilah dan memilih cindramata untuk buah tangan.

v  Museum Sudirman

Pada hari kedua, pukul 07.00 para siswa melanjutkan perjalanan ke Museum Sudirman. Disana kita dapat mengetahui sejarah dan perjuangan Jenderal Sudirman dalam memperjuangkan dan mempertahankan bangsa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari perjuangan Beliau ketika memperjuangkan dan mempertahankan bangsa dan negara.

v  Museum Biologi

Setelah selesai bekunjung ke Museum Sudirman, para siswa melanjutkan ke Museum Biologi dengan berjalan kaki karena memang tempatnya tidak begitu jauh dari Museum Sudirman. Disana banyak terdapat binatang-binatang yang dimuseumkan karena memang binatang-binatang tersebut sudah hampir punah. Selain binatang, adapula buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan yang di musiumkan.

v  Keraton

Pada pukul 11.00 WIB para siswa memasuki keraton dan dan dibimbing oleh pemandu wisata untuk mendapatkan penjelasan tentang keraton. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman
Sultan Hamengku Buwono X adalah sultan yang sekarang berkuasa di keratin jogja.
Sekitar setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi) bersama-sama Kadipaten Paku Alaman diubah statusnya dari negara (state) menjadi Daerah Istimewa setingkat Provinsi secara resmi pada 1950, Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Daerah Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menjadi sebuah Lembaga Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya Yogyakarta.
Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Prov. D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakarta juga memberikan gelar kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai (abdi-Dalem) keraton.
Keraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Karaton artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam. Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat kediaman resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata Kedaton. Kata Kedaton (bentuk singkat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata "Datu" yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam[88].
Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran [?])merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya[89].
Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan" asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica [?]) dan tanjung (Mimusops elengi [?]) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[90].
Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol "manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang jahat".
Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu. Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna "ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita). Pohon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna "sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan)[91].
Dalam upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekedar untuk memperoleh air keramat tersebut.
Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun 1947 (?). Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.
v  Sentra Kerajinan Batik

Pada pukul 13.00 para siswa melanjutkan ke Sentra Kerjinan Batik untuk belajar dan mengetahui proses membatik yang baik, rapih dan benar. Di tempat tersebut tidak hanya tempat untuk belajar membatik melainkan sekaligus tempat untuk menjual hasil membatik tersebut, misalnya baju, pernak-pernik yang bernuansa batik, dan kualitasnya pun sangat baik sehingga harganya pun setara dengan kualitas.

v  Pantai Parangtritis

Pada pukul 15.30 WIB siswa selesai mengunjungi semua objek wisata yang telah ditentukan oleh pembimbing karyawisata. Objek wisata kali ini, Pantai Parangtritis lah yang di tunggu-tunggu oleh semua wisatawan SMAN 1 Garawangi. Pantai yang berada kira-kira 25-27 km sebelah selatan kota Yogyakarta di tepi Samudra Hindia ini memliki pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Pantai yang terkenal akan legenda Ratu pantai selatan Nyi Roro Kidul memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pertama kali datang suasana yang tercipta sejuk, tenang, dan kagum melihat pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Dengan pantai yang memiliki luas yang cukup besar Kita harus berjalan kaki melalui gundukan pasir yang luas, apabila siang hari pasir akan terasa panas walaupun Kita sudah menggunakan alas kaki. Dengan ditemani semilir angin dan bau khas laut sudah tercium membuat para wisatawan ingin cepat-cepat sampai di pantai dengan air yang cukup menyegarkan setelah Kita melewati hamparan pasir sebelumnya. Walaupun kita tidak bisa berenang dikarenakan ombak yang terlalu besar dan juga kita tidak akan tau apakah ombak yang datang akan sekencang dan setinggi apa.
Kita masih dapat menikmati berbagai wahana yang telah disipakan oleh pengelola antara lain: ATV (All-Terrain Vechile) dengan harga 50 – 100 ribu per setengah jam bagi para penyuka adrenalin bisa memacu ATV di bukit-bukit pasir atau sering disebut gumuk di kawasan sekitar pantai yang sangat luas ini, tapi jangan kawatir apabila Anda kurang mahir mengendarai ATV bisa menggunakan pemandu. Selain itu untuk wisatawan yang suka menikmati keindahan pantai dengan santai dapat menggunakan andong kecil ataupun hanya dengan kudanya saja. Lebih murah lagi Anda dapat berjalan-jalan saja di sekitar pantai sambil bermain layang-layang ataupun hanya mengabadikan diri Anda dan teman-teman dengan ditemani angin yang cukup kencang dan sejuk. Lokasi yang sangat luas dan indah apalagi saat matahari terbenam memberi suasana remang-remang dan bayangan matahari berwarna keemasan sering digunakan menjadi background pre-wedding.
Apabila Anda hanya memiliki waktu yang singkat atau hanya beristirahat sebentar tidak perlu susah-susah mencari tempat  makan, oleh-oleh maupun tempat bilas sekalipun. Di sini sudah tersedia fasilitas tersebut yang sebagian besar adalah milik warga yang tinggal di dekat pantai bahkan mereka tidak keberatan sama sekali apabila pelanggan masuk ke rumah dengan keadaan yang penuh dengan pasir, untuk tempat bilas sendiri warga menyiapkan sejumlah kamar mandi dengan harga Rp 1000,- untuk bilas atau buang air kecil dan Rp 2000,- untuk mandi atau buang air besar. Selain itu mereka juga menjual berbagai makanan, pakaian khas Yogyakarta maupun kerajinan tangan yang terbuat dari kerang.
      Ø  Perjalanan Pulang

Setelah memanjakan mata di pantai, kini tibalah waktunya untuk bersiap-siap perjalanan pulang menuju kota Kuningan. Semua wisatawan SMAN 1 Garawangi pun merasa senang sekaligus sedih karena harus meninggalkan kota Yogyakarta yang begitu banyak kenangan indah.






















        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar