TUGAS
BAHASA
INDONESIA
Diajukan
guna memenuhi tugas kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia
Disusun
Oleh :
1.
Atieq Sofhia Quraesin
2.
Intan Pratiwi
3.
Nia Marlea
4.
Siti Jamaliyah
Kelas :
XII IPA 3
SMA NEGERI 1
GARAWANGI
Jalan Raya Garawangi No.34 Tlp.(0232)874244
Kuningan 45571
Tahun Ajaran 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan LAPORAN PERJALANAN STUDY TOUR JOGJAKARTA.
Laporan
perjalanan ini merupakan hasil peninjauan secara langsung dari objek wisata di
Jogjakarta yang merupakan syarat untuk melengkapi tugas kelas IIX semester
ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Selain itu, kami juga berharap agar laporan
perjalanan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Pada
kesempatan ini, kami dapat menyelesaikan laporan perjalanan sebagaimana
mestinya berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ayah dan Ibu
tercinta.
2. Bapak Drs.
Dedi Suardi, M.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 1 Garawangi.
3. Hj. Iis
Setiasih. S.Pd, Bapak Abdul Rosid, S.Pd selaku pembimbing.
4. Semua pihak
yang telah memberikan saran dan masukan sebagai bahan dalam penulisan laporan
perjalananini.
Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan
perjalanan ini masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang
membangun, sangat kami harapkan dari pembaca demi menyempurnakan laporan
perjalanan ini.
Harapan
kami semoga penyusunan laporan perjalanan ini diterima dan dimengerti serta
bermanfaat bagi kami maupun pembaca.
Kuningan,20 Juli 2013
Pada tahun ajaran 2012/2013, OSIS mengadakan program
kerja, khusus kelas XI dengan kunjungan karyawisata, kebeberapa pilihan objek
wisata yang ada di Indonesia.
Sekolah memberikan pilihan objek wisata kepada siswa
– siswi SMA Negeri 1 Garawangi, diantaranya :
1.
Bali
2.
Batagor
3.
Bromo (Jawa Timur)
4.
Yogyakarta
Semua siswa rata - rata memilih ke objek wisata yang ada di
Yogyakarta, karena melihat situasi dan kondisi, dan karena memang tarifnya pun
terjangkau. Selain itu sebagian besar siswa belum mengetahui objek wisata yang
ada di Yogyakarta.
Ø Tujuan
1 .
Menambah wawasan
2 .
Mengetahui wisata sejarah
3 . Sebagai sarana hiburan
Ø Manfaat
Mempererat tali
silaturahmi.
Dengan adanya
karyawisata tersebut bisa dan lebih mempererat tali persaudaraan diantara warga
sekolah.
Ø Pemberangkatan
Pada hari Rabu tanggal 19 juni 2013 tepatnya pukul
17.00 WIB para siswa diharapkan telah berada di lingkungan sekolah untuk
mengefesiensikan waktu dan di anjurkan untk ibadah sholat maghrib berjamaah di
sekolah. Setelah selesai melaksanakan sholat maghrib siswa dikumpulkan dan diabsen
menurut kelasnya masing-masing untuk memasauki bis yang telah ditentukan.
Ø Perjalanan
Semua siswa bersorak
ria dengan gembiranya ketika memasuki bis. Banyak kegiatan yang dilakukan para
siswa didalam bis tersebut, misalnya saja berfoto-foto, menyanyi bersama, semua
yang dilakukan menunjukan adanya kebersamaan dan kekompakan diantara para siwa.
Hari semakin larut semua terdengar hening, guru dan para siswa pun tertidur.
Ø Mengunjingi
Objek Wisata
v Candi
Borobudur
Tepat pukul 07.00 WIB rombongan SMAN 1 Garawangi
tiba di objek wisata pertama yaitu Candi Borobudur. Semua siswa turun dari bis
dan dikumpulkan didepan pintu masuk borobudur, untuk mengambil tiket. Lalu,
siswa memasuki kawasan Candi Borobudur.
Borobudur
adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota
Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua
pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbingdi sebelah barat laut dan
Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar,
lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi
ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo danSungai Elo di
sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu
adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai
'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.
Candi
berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel
relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di
tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan
melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk
bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).
Monumen
ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat
manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan
sesuai ajaran Buddha.
Tidak
ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya.[ Waktu pembangunannya
diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki
tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti
kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800
masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak
kejayaan wangsaSyailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu
75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja
Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat
kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama
Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto
menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[21] Pada kurun
waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu.
Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya
memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan
Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur.
Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan
candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan
sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya
pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan
candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai Panangkaranmemberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun
candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan
desa Kalasan kepada
sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi
Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan
dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.Petunjuk ini dipahami oleh
para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi
masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu
bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula
sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan
pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang
memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856
di perbukitan Ratu Boko.[26] Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara
Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang
Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan
Borobudur milik wangsa Syailendra,[26] akan tetapi banyak pihak percaya bahwa
terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua
wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di
Prambanan. Banyak manfaat yang kita dapatkan dengan berkunjung ke Candi
Borobudur, misalnya saja kita dapat mengetahui sejarahnya.
v Museum
Dirgantara
Pada pukul 11.30 WIB,setelah mengunjungi Candi
Borobudur para wisatawan SMAN1 Garawangi akan melanjutkan perjalanan ke Museum
Diragantara . Museum Dirgantara adalah museum yang digagas oleh TNI AU untuk
mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU, bermarkas di
kompleks pangkalan udara Adi Sutjipto Yogyakarta, museum ini sebelumnya berada
berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969
oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta
pada 1978. Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama
peristiwa sejarah. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di
museum ini yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan
kemerdekaan, diantaranya:
· Pesawat PBY-5A (Catalina).
· Replika pesawat WEL-I RI-X.
· Pesawat A6M5 Zero Zen buatan Jepang.
· Pesawat pembom B 25 Mitchell, B 26
Invader.
· Helikopter 360 buatan AS.
Museum
TNI AU diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan Udara
Laksamana Udara Rusmin Nuryadin berkedudukan di Makowilu V Tanah Abang Bukit,
Jakarta. Dengan pertimbangan antara lain bahwa Yogyakarta merupakan tempat
lahir dan pusat perjuangan TNI AU periode 1945-1949 serta tempat penggodokan
Karbol AAU, maka pada bulan November 1977 Museum AURI di Jakarta dipindahkan
dan diintegrasikan dengan Museum di Ksatrian AAU di Pangkalan Adisutjipto,
Yogyakarta, dan tanggal 29 Juli 1978 diresmikan sebagai Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala. Mengingat semakin bertambahnya koleksi, maka pada tahun
1984 Museum dipindahkan ke Wonocatur menempati sebuah gedung bersejarah. Gedung
tersebut semasa penjajahan Belanda adalah sebuah pabrik gula dan pada waktu
pendudukan Jepang digunakan sebagai Depo Logistik. Pada bulan Oktober 1945 BKR
dan para pejuang kemerdekaan berhasil merebut Pangkalan Udara Maguwo (sekarang
Lanud Adisutjipto) dari tangan Jepang, termasuk segala unsur logistik dan
fasilitasnya yang kemudian digunakan sebagai unsur kekuatan awal TNI Angkatan
Udara. Museum TNI AU memiliki lebih dari 10.000 koleksi komponen alutsista dan
40 pesawat terbang dari negara barat sampai timur, serta terdapat koleksi
berupa diorama-diorama, foto-foto, lukisan-lukisan, tanda-tanda kehormatan, dan
lain-lain yang disusun dan ditata berdasar kronologi peristiwa. (Koleksi
pesawat antara lain) Pesawat WEL RI X merupakan produksi pertama bangsa
Indonesia yang dibuat pada tahun 1948 oleh Biro Rencana dan Konstruksi, Seksi
Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang, Magetan, Madiun, dibawah pimpinan Opsir
Udara III (Kapten) Wiweko Supomo. Pesawat ini memakai mesin Harley Davidson 2
Silinder model tahun 1928.Pesawat Pembom Guntai direbut dari Jepang saat
Belanda melancarkan aksi blokade terhadap dirgantara Indonesia, pesawat buatan
tahun 1930 ini dengan penerbangnya Kadet Mulyono melaksanakan pemboman terhadap
kedudukan lawan di Semarang pada tanggal 29 Juli 1947.Pesawat Jet Star
merupakan pesawat kepresidenan hadiah dari pemerintah Amerika Serikat kepada
Presiden RI Soekarno, pernah digunakan dalam kunjungan ke beberapa negara
antara lain Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand.Berbagai jenis
pesawat pemburu, latih, dan angkut periode 1950-1965.Diorama Sekbang I Taloa,
Amerika Serikat, Sekbang India, Sekbang Andir, dan Sekolah Perwira Teknik
Udara.
v Kerajinan
Perak
Pada pukul 14.30 WIB para wisatawan SMAN
1 Garawangi melanjutkan kunjungan ke kerajinan perak. Disana para siswa melihat
bagaimana cara membuat kerajinan perak, membuat kerajinan perak tidak semudah
yang di bayangkan, ternyata harus membutuhkan ketelitian, kehati-hatian, dan
keuletan agar menghasilkan kerajinan perak yang berkualitas dan bernilai
tinggi.
v Hotel
Tirta Kencana
Pada pukul 16.00 WIB para wisatawan SMAN
1 Garawangi melanjutkan ke tempat peristirahatan yaitu Hotel Tirta Kencana.
Pada pukul 17.30 WIB siswa makan bersama yang telah difasilitasi oleh hotel.
Setelah itu, sisa bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah sholat maghrib.
v Malioboro
Pada
pukul 18.30 para siswa melanjutkan kunjungan ke malioboro untk berbelanja
cindramata. Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota
Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos
Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan
Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner
Kraton Yogyakarta.
Terdapat
beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg
dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan
Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan
kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual
makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman
yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis,
hapening art, pantomime dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Malioboro
adalah nama salah satu jalan di Kota Yogyakarta atau Jogja. Jalan ini sangat
terkenal dan menjadi ikon dari kota Yogyakarta. Nama Malioboro ini berasal dari
bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga. Konon jalan ini memang selalu
dipenuhi dengan bunga saat perayaan-perayaan atau upacara-upacara tertentu.
Di
jalan Malioboro ini masih sangat terasa kekunoannya, karena di sekitar jalan
ini masih berdiri bangunan-bangunan bersejarah pada jaman Belanda, seperti Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Oemoem Satu
Maret.
Serta
ada pula pasar yang terkenal yakni Pasar Beringharjo. Di kawasan Malioboro ini
terkenal juga dengan pedagang kaki lima. Anda bisa berbelanja aneka produk
kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, bermacam tas,
sepatu, sandal dan juga Blangkon yakni topi untuk laki-laki khas daerah Jawa.
Serta barang-barang logam seperti emas, perak dan lainnya.
Lalu
saat malam hari tiba, kawasan ini juga ramai dengan banyaknya lapak-lapak
lesehan yang menjajakan berbagai macam makanan. Di sini anda bisa mencoba
makanan khas Yogyakarta yakni Gudeg Jogja dan pecel Jogja. Selain itu, ada juga
makanan lainnya seperti seafood yang tak kalah nikmatnya. Di Malioboro ini juga
terkenal dengan tempat berkumpulnya para seniman Jogja yang sering
mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, pantomim dan
lain-lain.
Pada pukul 22.00 para siswa kembali ke
hotel untuk beristirahat, setelah lelah memilah dan memilih cindramata untuk
buah tangan.
v Museum
Sudirman
Pada hari kedua, pukul 07.00 para siswa
melanjutkan perjalanan ke Museum Sudirman. Disana kita dapat mengetahui sejarah
dan perjuangan Jenderal Sudirman dalam memperjuangkan dan mempertahankan
bangsa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari perjuangan Beliau ketika
memperjuangkan dan mempertahankan bangsa dan negara.
v Museum
Biologi
Setelah selesai bekunjung ke Museum
Sudirman, para siswa melanjutkan ke Museum Biologi dengan berjalan kaki karena
memang tempatnya tidak begitu jauh dari Museum Sudirman. Disana banyak terdapat
binatang-binatang yang dimuseumkan karena memang binatang-binatang tersebut
sudah hampir punah. Selain binatang, adapula buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan
yang di musiumkan.
v Keraton
Pada
pukul 11.00 WIB para siswa memasuki keraton dan dan dibimbing oleh pemandu
wisata untuk mendapatkan penjelasan tentang keraton. Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah
menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton
ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya
yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini
juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas
sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan
untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan
Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan
Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman
Sultan
Hamengku Buwono X adalah sultan yang sekarang berkuasa di keratin jogja.
Sekitar
setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi) bersama-sama
Kadipaten Paku Alaman diubah statusnya dari negara (state) menjadi Daerah
Istimewa setingkat Provinsi secara resmi pada 1950, Keraton mulai dipisahkan
dari Pemerintahan Daerah Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menjadi
sebuah Lembaga Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Yogyakarta. Fungsi
Keraton berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya
gaya Yogyakarta.
Walaupun
dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap
memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Prov.
D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakarta juga memberikan gelar
kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang mempunyai perhatian
kepada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping mereka yang berhak karena
hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai (abdi-Dalem)
keraton.
Keraton
Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta merupakan
tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta.
Karaton artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam bahasa
Indonesia berarti Raja) bersemayam. Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk
singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat kediaman resmi/Istana para
Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata Kedaton. Kata Kedaton
(bentuk singkat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata "Datu"
yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa,
arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam[88].
Keraton
Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang
terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta
ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan
mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah
mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola
dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk
arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya
masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata
ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan
Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi
timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro),
dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari
Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran [?])merupakan
sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju
Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan Tugu, Keraton, dan
Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya tersebut hampir segaris
(hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung makna
"sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi
terakhirnya[89].
Dari
Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan"
asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat
dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen
(berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan
D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica [?]) dan tanjung
(Mimusops elengi [?]) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu
menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir
manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai
Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven step to
heaven)[90].
Tugu
golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol
"manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan
rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan
antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti berarti Raja
sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu
Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada
orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung
raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta,
menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal
ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang
jahat".
Beberapa
pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu.
Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara berjumlah
64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah
Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan
mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan
Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah
lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus
edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna "ayem"
(damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita). Pohon sawo kecik
(Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna "sarwo becik" (keadaan
serba baik, penuh kebaikan)[91].
Dalam
upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan
bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu
seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat
upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang
saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa
yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat
memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekedar untuk memperoleh air
keramat tersebut.
Benda-benda
pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan.
Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain
penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit
yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam
suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi
pada tahun 1947 (?). Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot,
roh penunggu hutan Beringan tempat keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di
salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga
ketentraman kerajaan dari gangguan.
v Sentra
Kerajinan Batik
Pada pukul 13.00 para siswa melanjutkan
ke Sentra Kerjinan Batik untuk belajar dan mengetahui proses membatik yang
baik, rapih dan benar. Di tempat tersebut tidak hanya tempat untuk belajar
membatik melainkan sekaligus tempat untuk menjual hasil membatik tersebut,
misalnya baju, pernak-pernik yang bernuansa batik, dan kualitasnya pun sangat
baik sehingga harganya pun setara dengan kualitas.
v Pantai
Parangtritis
Pada
pukul 15.30 WIB siswa selesai mengunjungi semua objek wisata yang telah
ditentukan oleh pembimbing karyawisata. Objek wisata kali ini, Pantai
Parangtritis lah yang di tunggu-tunggu oleh semua wisatawan SMAN 1 Garawangi. Pantai
yang berada kira-kira 25-27 km sebelah selatan kota Yogyakarta di tepi Samudra
Hindia ini memliki pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Pantai yang
terkenal akan legenda Ratu pantai selatan Nyi Roro Kidul memang mempunyai daya
tarik tersendiri bagi wisatawan. Pertama kali datang suasana yang tercipta
sejuk, tenang, dan kagum melihat pemandangan pantai yang sangat menakjubkan.
Dengan pantai yang memiliki luas yang cukup besar Kita harus berjalan kaki
melalui gundukan pasir yang luas, apabila siang hari pasir akan terasa panas
walaupun Kita sudah menggunakan alas kaki. Dengan ditemani semilir angin dan
bau khas laut sudah tercium membuat para wisatawan ingin cepat-cepat sampai di
pantai dengan air yang cukup menyegarkan setelah Kita melewati hamparan pasir
sebelumnya. Walaupun kita tidak bisa berenang dikarenakan ombak yang terlalu besar
dan juga kita tidak akan tau apakah ombak yang datang akan sekencang dan
setinggi apa.
Kita
masih dapat menikmati berbagai wahana yang telah disipakan oleh pengelola
antara lain: ATV (All-Terrain Vechile) dengan harga 50 – 100 ribu per setengah
jam bagi para penyuka adrenalin bisa memacu ATV di bukit-bukit pasir atau
sering disebut gumuk di kawasan sekitar pantai yang sangat luas ini, tapi
jangan kawatir apabila Anda kurang mahir mengendarai ATV bisa menggunakan
pemandu. Selain itu untuk wisatawan yang suka menikmati keindahan pantai dengan
santai dapat menggunakan andong kecil ataupun hanya dengan kudanya saja. Lebih
murah lagi Anda dapat berjalan-jalan saja di sekitar pantai sambil bermain
layang-layang ataupun hanya mengabadikan diri Anda dan teman-teman dengan
ditemani angin yang cukup kencang dan sejuk. Lokasi yang sangat luas dan indah
apalagi saat matahari terbenam memberi suasana remang-remang dan bayangan
matahari berwarna keemasan sering digunakan menjadi background pre-wedding.
Apabila
Anda hanya memiliki waktu yang singkat atau hanya beristirahat sebentar tidak
perlu susah-susah mencari tempat makan,
oleh-oleh maupun tempat bilas sekalipun. Di sini sudah tersedia fasilitas
tersebut yang sebagian besar adalah milik warga yang tinggal di dekat pantai
bahkan mereka tidak keberatan sama sekali apabila pelanggan masuk ke rumah
dengan keadaan yang penuh dengan pasir, untuk tempat bilas sendiri warga
menyiapkan sejumlah kamar mandi dengan harga Rp 1000,- untuk bilas atau buang
air kecil dan Rp 2000,- untuk mandi atau buang air besar. Selain itu mereka
juga menjual berbagai makanan, pakaian khas Yogyakarta maupun kerajinan tangan
yang terbuat dari kerang.
Ø Perjalanan
Pulang
Setelah memanjakan mata di pantai, kini
tibalah waktunya untuk bersiap-siap perjalanan pulang menuju kota Kuningan.
Semua wisatawan SMAN 1 Garawangi pun merasa senang sekaligus sedih karena harus
meninggalkan kota Yogyakarta yang begitu banyak kenangan indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar