Sabtu, 14 Desember 2013

Cerpen Karya aku nih :)

“Jilbab Merah untuk Liyah”
(Karya : Siti Jamaliyah)

              Ketika malam tiba,seperti biasanya aku bersama teman-temanku berangkat menuju tempat favorit kita yakni menuju club malam. Ya, setiap malam aku selalu menghabiskan waktuku bersama teman-teman di tempat tersebut. Disanalah tempatku untuk menghilangkan sedikit bebanku karena banyak masalah yang ada dirumahku. Ditempat ini, aku meminum minuman keras dan tidak terkecuali memakai obat-obatan terlarang. Semua itu aku lakukan karena memang kurangnya kasih sayang dari orangtuaku,mereka selalu memikirkan uang..uang..dan selalu uang. Belum lagi ketika dirumah mereka selalu bertengkar hanya karena hal yang sepele yang selalu di besar-besarkan.
              Sebut saja aku Liyah, seorang siswi kelas 12 di SMAN 1 Karya Bhakti. Dulu ketika aku masih duduk di sekolah dasar aku di kenal pendiam, tetapi setelah memasuki masa remaja atau sejak SMP sifatku yang pendiam itu mulai tergantikan dengan sifatku yang nakal. Ya mungkin karena faktor pergaulannya dan memang aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang orangtua. Sejak kecil aku dirawat sama bi Inah, seorang pembantu rumah tangga yang lebih aku anggap sebagai pengganti orangtuaku. Akan tetapi, bi inah sudah tidak bekerja lagi di rumahku dan entah dimana keberadaannya saat ini.
              Malam itu, pukul 02.00 aku memutuskan untuk pulang kerumah dan karena aku sedang dalam keadaan mabuk, teman cewekku yang akhirnya mengantarku pulang. Tidak lama kemudian akhirnya sampai di rumaku, aku turun dari mobil dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada temanku ini. Saat ku buka pintu aku sudah mendengar pertengkaran orangtuaku, disana aku sudah merasa muak mendengarnya dan aku langsung menuju kamarku dan ku banting pintu kamarku sangat keras. Aku langsung membaringkan diri di atas kasur dan tak lama kemudian aku pun terlelap.
              Sang fajar telah terbit dari timur dan menyilaukan kamarku sehingga dengan malasnya aku segera menuju kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Setelah selesai memakai baju, lalu aku turun ke bawah untuk sarapan, namun seperti biasa disana aku hanya bisa menghela nafas karena di meja makan selalu dan selalu hanya seorang diri, orangtuaku sudah berangkat ke kantor sejak subuh.
              Pada pukul 07.00 aku baru saja sampai di sekolah,dengan santainya aku menyusuri koridor sekolah menuju kelas, padahal aku sudah tahu kalau dikelas pasti sudah ada guru yang sedang mengajar saat aku masuk kelas, sebut saja Ibu Heni sedang berkacak pinggang sambil melototkan matanya bertanda bahwa dia sangat marah.
              “Liyah, sampai kapan kamu akan terlambat seperti ini hahhhhh???” kata Ibu Heni dengan gentakan kerasnya yang menggetarkan seisi ruangan kelasku.
              “maaf  bu, tadi di jalan macet” kataku dengan santainya menjawab pertanyaan Ibu Heni .
              “Sudah jangan banyak bicara, kamu selalu beralasan seperti itu, sekarang kamu berdiri di depan kelas dan angkat satu kaki kamu sambil tangan pegang telinga kamu” gentaknya kembali.
Ya, itulah keseharianku setiap masuk kelas selalu mendapat hukuman.
              Pagi telah berganti siang, tepat pukul 14.30 bel sekolah pun berbunyi, bertanda sudah berakhirnya kegiatan belajar mengajar hari ini. Aku pun bergegas menuju mobilku dan langsung menyalakan mobilku menuju salah satu Mall yang ada dikotaku. Disana, aku pergi ke butik langgananku hanya untuk membeli sepotong atau dua potong baju dress yang aku suka. Setelah membeli baju, ku sempatkan pergi ke restoran dekat butik itu, karena dari tadi perutku sudah lapar. Tak terasa waktu pun kini mulai petang, aku pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Setelah sampai dirumah ku rebahkan tubuhku yang lelah ini untuk beristirahat sejenak.
              Malam ini, aku bersiap diri di cermin rias untuk pergi ke tempat favoritku,yakni club malam. Malam ini aku memakai dress mini di atas lutut yang baru tadi di beli dari butik dan memakai sepatu hak tinggi berwarna selaras dengan bajuku.
              Tidak tahu akan kondisi hatiku yang sedang tidak karuan membuatku minum yang berlebihan malam ini yang menyebabkan diriku ini hampir pingsan. Akan tetapi, ketika aku dalam keadaan setengah sadar ada seorang lelaki yang membawaku keluar, entah dia siapa karena memang aku tak mengenalnya. Dia membawaku ke dalam mobilnya dan tanpa dugaanku, ternyata dia punya niat untuk memper***a aku. Dengan keadaanku yang setengah sadar karena mabuk, aku mulai berteriak meminta tolong.
              “tolong aku,,tolongggg!”.
              “tidak akan ada orang yang akan menolongmu nona manis” katanya sambil menyunggingkan senyum sinisnya.
Namun, tidak lama kemudian, ada seseorang yang akhirnya menolongku. Dia dengan segera memecahkan kaca mobil dan berusaha membuka pintu mobil itu supaya aku bisa keluar. Sebelumnya karena seorang lelaki itu sudah memanggil polisi, datanglah polisi membawa orang yang ingin memper***a aku itu. Ketika aku berdiri, dia memakaikan jas nya untuk menutupi tubuhku.
              “Terima kasih telah menolongku, jika tidak ada kamu maka akuuuuuuuuu............” tak sempat aku teruskan ucapannku, karena dia langsung memotong dengan perkataan nya.
              “sama-sama, sudahlah yang penting kamu sekarang tidak apa-apa kan? Lain kali, janganlah kamu pergi ke tempat haram itu lagi dan jadikan ini sebagai pelajaran untukmu”.
Sungguh sangat menyentuh hati kata-kata lelaki ini, aku sadar akan kesalahanku tentang hal ini yang dapat mengundang dosa yang lebih besar lagi. Aku pun tersadar pada lamunanku ini, karena temanku telah berada di sampingku. Dia pun kemudian berrpamitan kepadaku dan temanku dan entah berlalu dengan mebil yang dikendarainya. Setelah dia pergi, akupun diantar oleh temanku pulang menuju rumahku.
              Sejak kejadian itu, aku selalu terbayang akan sosok lelaki yang menolongku itu. Terbayang akan kata-kata yang sangat menyentuh hatiku itu. Sejak saat itu, sedikit demi sedikit aku pun biasa meninggalkan kebiasaan burukku pergi ke club malam. Apalagi meminum-minuman keras.
              Suatu hari , saat aku pulang sekolah aku melihat lelaki itu sedang menolong seorang nenek yang sedang menyebrangi Zebra Cross.
              “sungguh baik hati lelaki itu”. Kataku dalam hati.
Lalu aku keluar dari mobil dan menghampirinya.
              “Hy”.
              “Assalamu’alaikum”. Katanya mengucapkan salam.
               “Waalaikumsalam”. Jawabku dengan sedikit menanggung malu.
              “oh iya,boleh tahu siapa nama kamu? Kemarin tidak sempat berkenalan”. Kataku sambil menyodorkan tanganku.
Tetapi dia tidak menyalami tanganku, tak lain hanya mengangkat tangannya karena pemikiran dia, kita bukan muhrim.
              “namaku Nafis, kamu?”.
              “namaku Liyah”. Jawabku sambil menurunkan tanganku dan tersenyum.
Setelah lama berbincang-bincang, akhirnya aku memutuskan memberanikan diri untuk memintanya mengajariku tentang agama.
              “Maukah kamu mengajariku semua tentang Agama Islam? Aku ingin belajar mendekatkan diri kepada Allah SWT.” Kataku dengan penuh harapan.
              “Alhamdulillah, jika kamu ingin bertaubat, dengan senang hati aku akan mengajarimu”. Jawabnya sambil menyunggingkan senyum indahnya yang membuat hatiku senang.
              Keesokan harinya, setelah pulang sekolah aku menuju sebuah Masjid yang memang sebelumnya sudah dijanjikannya itu. Saat aku mulai masuk ke dalam Masjid, hatiku seakkan bergetar akan teringat dengan dosa-dosaku yang tidak pernah melaksanakan perintah Allah. Namun, ketika mengingat Nafis yang akan mengajariku aku langsung menuju kedalam Masjid dengan bersemangat. Lalu ku duduk di depan Nafis, namun karena aku masih memakai baju seragam dengan rok yang pendek, Nafis pun menutupi kakiku dengan sehelai kain.
              “Alangkah baiknya jika kamu menutupi auratmu itu, Liyah”. Sambil tangannya memberiku sebuah Jilbab Merah.
Ya, memang aku seorang yang menyukai warna merah dan dia pun mengetahuinya. Dengan hati yang sangat senang, aku mengambil jilbab itu dan memakaikannya di kepalaku. Ku lihat dia tersenyum ketika aku memakaikan jilbab itu, entah kenapa aku merasa sangat senang melihatnya tersenyum seperti itu. Dalam hatiku selalu bertanya, apakah dia juga mencintaiku seperti aku mencintaiku. Kemudian aku mulai diajarinya dimulai dari solat, mengaji dan yang lainnya. Hari pun mulai petang, aku dan dia memutuskan untuk pulang.
              Di pagi harinya tepat pukul 06.00, saat aku berangkat sekolah aku memutuskan untuk memakai baju seragam panjang dan memakai kerudung. Saat menuruni anak tangga, kulihat orangtuaku yang sedang menyantap roti bakarnya, menatap heran ke padaku.
              “Liyah, apa mamah tidak salah lihat? Ini kamu nak?” tanya mamahku dengan herannya.
              “iya mah, ini Liyah, anak mamah” jawabku sambil tersenyum, lalu duduk di meja makan.
              “cantiknya anak kita ya pah?” katanya berbicara kepada papahku.
              “iya mah” kata papahku menjawab pertanyaan mamahku.
              Setelah bercanda beberapa menit kemudian ku beranikan untuk berbicara kepada kedua orangtuaku.
              “mah,pah aku ingin bicara sama mamah sama papah”
              “bicara apa sayang?” jawab mamahku
              “mah, pah aku ingin seperti anak-anak yang lainnya yang selalu di perhatikan oleh orangtuanya, dan aku ingin mamah sama papah tidak lagi bertengkar”. Kataku langsung to the point.
              “nak, maafkan papah sama mamah, kami terlalu sibuk sama pekerjaan kami dan jika kamu menginginkan seperti itu, papah sama mamah akan melakukannya demi kamu nak”. Jawab papahku sambil terdengar isak tangisnya. Kami bertiga saling berpelukan, dan tak terasa jam tanganku menunjukan pukul 06.45 bertanda aku dengan segera berangkat menuju sekolah. Tak lupa aku berpamitan kepada orangtuaku.
              “mah, pah aku berangkat sekolah dulu ya, assalamualaikum”. Pamitku sambil mencium kedua tangan mereka. Sungguh sangat bahagianya aku, bisa mencium kedua tangan orangtuaku saat berpamitan sekolah seperti ini.
              Saat aku menyusuri koridor sekolah, semua orang menatapku dengan heran. Seorang yang tadinya di kenal sebagai anak badung, kini terlihat anggun dengan memakai seragam panjang dengan balutan jilbab di kepalanya. Aku pun tiba di kelasku, hari ini aku tidak terlambat seperti biasanya. Teman-teman sekelas pun menatap heran kepadaku, tetapi aku acuhkan saja mereka dan membaca buku pelajaran. Tak lama kemudian Ibu heni pun masuk, dan dia sedikit terkejut karena aku sudah berada di kelas sebelum dia masuk. Dan lebih terkejutnya karena mulai hari ini aku mulai berjilbab. Kami pun memulai kegiatan belajar mengajar.
              Pulang sekolah, kusempatkan pergi ke mesjid yang biasanya Nafis berada. Tetapi, mengapa saat ini dia tidak ada.
              “sudahlah, mungkin hari ini dia tidak sempat kesini, ya sudahlah mending sekarang mending aku solat dulu disini”. Kataku sedikit kecewa dan langsung melaksanakan solat dzuhur.
              Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Sudah 2 bulan ini aku tidak mengetahui dimana Nafis berada. Hatiku sungguh sedih, mengapa disaat aku mencintai seseorang dengan tulus, dia malah menghilang dari kehidupanku.
              Hari ini aku mendapat informasi bahwa Nafis bekerja di salah satu perusahaan di kotaku. Akupun langsung menuju ke perusahaan tersebut untuk menanyakan keberadaan Nafis sekarang. Akupun memasuki kantor dan langsung menanyakan ke bagian Resepsionis.
              “selamat siang mba”.
              “selamat siang, ada yang bisa saya bantu?”.
              “maaf mba, saya mau nanya apa disini ada pegawai yang bernama Nafis?”
              “ohh, sebentar saya lihat dulu”. Kata resepsionis tersebut sambil mengecek data yang ada di komputer.
              “maaf mba, pegawai yang bernama Nafis sekitar 2 bulan yang lalu sudah tidak bekerja disini lagi”
              “oh begitu, memangnya dia kenapa mba? Dipecat atau ditugaskan ke perusahaan lain?”
              “bukan, memangnya  mba tidak tahu sekitar 2 bulan yang lalu pegawai yang bernama Nafis telah meninggal dunia karena penyakit kanker hati yang di deritanya”.

              Aku sangat terkejut, dan tidak bisa menerima kenyataan ini sehingga aku tergeletak tak berdaya.